Sejarah Desa Long Ampung

Penduduk asli Desa Long Ampung merupakan suku Dayak Kenyah Lepoq Jalan. Suku ini dinamakan Lepo' Jalan karena dahulu letak rumah kelompok Kenyah ini berada di muara Sungai Jalan ketika masih menetap di Apau Da'a. Orang tua mengatakan bahwa kata 'Jalan' dapat juga berasal dari nama sejenis hewan kecil bernama 'Jalan'. Sedangkan nama desa diambil dari kata “Long” yang berarti muara sungai dan “Ampung” yang merupakan nama pemimpin yang mereka hormati. Pada pertengahan tahun 1950-an sampai tahun 1970-an banyak masyarakat Lepoq Jalan di Long Ampung yang bermigrasi menuju daerah hilir sungai Kayan dan Sungai Mahakam.

Alasan utama perpindahan penduduk ini adalah masyarakat yang ingin mendekat ke akses pasar, fasilitas pendidikan dan kesehatan. Salah satu yang melatarbelakangi proses migrasi suku Dayak Lepoq Jalan ini adalah program reslettmen penduduk (Respen) pemerintah Indonesia yang merelokasi penduduk ke wilayah yang lebih dekat dengan akses. V K. Gorlinski dalam penelitiannya pada tahun 1980-an menyebutkan bahwa Long Ampung yang dulunya ramai dan dihuni oleh beberapa ribu orang berubah menjadi pemukiman yang relative tenang. Penduduk di Long Ampung pada tahun 1980-an itu berjumlah 436 orang yang tinggal di lima rumah panjang. Hari ini, berdasar data dari papan informasi desa tahun 2023, terdapat 183 Kepala Keluarga dan 722 jiwa penduduk desa yang tersebar di 3 RT. 

Dalam penelitiannya, Gorlinski menuliskan bahwa masyarakat Lepoq Jalan di Long Ampung mengalami 3 fase kepercayaan. Fase pertama yaitu kepercayaan kepada adat keret, yang merupakan kepercayaan kepada beberapa jenis makhluk halus yang kehendaknya dapat diketahui lewat mimpi, kerasukan, bahkan pertanda oleh binatang. Fase kedua dimulai dengan Juk Apui (seorang warga desa) yang mengaku bahwa ada roh yang mengunjunginya melalui mimpi. Dalam mimipi tersebut roh itu meminta kepada Juk Apui dan suku lepoq jalan agar tidak lagi mempercayai pertanda binatang melainkan harus percaya pada keberadaan Bungan Malan. Sebenarnya Bungan Malan adalah salah satu entitas perempuan pada kepercayaan adat keret yang dipercaya dapat menjaga dan menafkahi mereka. Bungan Malan kemudian menjadi dewa tertinggi yang dipercayai oleh suku Uma’ Jalan di Long Ampung dan menyebar ke suku lain yang menghuni Apau Kayan. Fase ketiga yaitu ketika agama Kristen Protestan dan Katolik mulai disebarkan di wilayah Apau Kayan sejak 1920-an. Namun masyarakat Long Ampung mulai memeluk agama Kristen sekitar tahun 1960-an (Gorlinski, 1994). Dari saat itu hingga kini, mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat Long Ampung adalah Kristen, Katolik, dan Islam. 

Bagikan post ini: